KEPUTUSAN RAPAT PENGURUS KOMDIK KWI 23 S.D. 24 APRIL 2009 TENTANG UU BHP
No : 15/SEKHS/IV/2009
Hal : UUBHP
Dengan hormat, mengingat telah disahkannya UU No.9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP), dan keputusan rapat Pengurus Komdik KWI 23 s.d. 24 April 2009 tentang hal tersebut, bersama ini kami sampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan bersama :
1. UU. No. tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) disahkan oleh Presiden RI 16 Januari 2009, terdiri dari 14 Bab dan 69 pasal. Undang-undang tersebut disusun untuk mewujudkan amanat UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 53 ayat (1) yang memerintahkan agar penyelenggara dan/ atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan (BHP).
2. Menurut UU No. 9 tahun 2009 tentang BHP, ada 4 bentuk BHP, yaitu :
1. Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP).
2. Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD).
3. Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM).
4. Badan Hukum Pendidikan Penyelenggara (BHP Penyelenggara), BHP Penyelenggara adalah yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain yang telah menyelenggarakan pendidikan formal dan diakui sebagai badan hukum pendidikan.
3. Adanya pertanyaan yang sering muncul setelah UU BHP diundangkan antara lain adalah bagaimana eksistensi yayasan/perkumpulan, lama pengakuannya, bentuknya, tata kelolanya, anggaran dasar tata kelolanya, dan pendirian satuan pendidikan baru. Berikut penjelasannya :
1. Eksistensi Yayasan :
Pasal 8 ayat (3) UU BHP menyatakan bahwa yayasan yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/ atau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP Penyelenggara. Berdasarkan pasal ini, sangat jelas eksistensi yayasan yang sebelum UU BHP diundangkan telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/ atau pendidikan tinggi, tidak diketuk palu kematian, melainkan dilindungi dan diakui eksistensinya sebagai BHP Penyelenggara.
2. Lama Pengakuan Yayasan :
Penjelasan Pasal 8 ayat (3) UU BHP menyatakan bahwa yayasan yang diakui sebagai badan hukum pendidikan tidak perlu mengubah bentuknya untuk jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam akta pendirian yayasan tersebut. Penjelasan pasal ini secara tegas menyatakan pengakuan yayasan sebagai BHP Penyelenggara berlangsung sampai dengan waktu yang ditentukan di dalam anggaran dasar yayasan tersebut. Jika anggaran dasar yayasan menyatakan yayasan tersebut didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, maka sepanjang waktu yang tidak ditentukan itulah berlangsung pengakuan yayasan sebagai BHP Penyelenggara. Jadi, pernyataan “umur yayasan tinggal enam tahun lagi” tidak memiliki dasar hukum.
3. Yayasan Tidak Harus Mengubah Bentuk :
Penjelasan Pasal 8 ayat (3) UU BHP menyatakan secara tegas bahwa yayasan “tidak perlu mengubah bentuknya” alias yayasan tetap berbentuk yayasan dan diakui sebagai BHP Penyelenggara. Jadi, sebagai BHP Penyelenggara, yayasan dapat tetap menyebut misalnya “Yayasan Pangudi Luhur BHP Penyelenggara” atau cukup “Yayasan Pangudi Luhur.”
4. Yayasan Harus Menyesuaikan Tata Kelolanya :
Pasal 67 ayat (2) UU BHP menyebutkan yayasan harus menyesuaikan tata kelolanya sebagaimana diatur dalam UU BHP, paling lambat enam tahun sejak UU BHP diundangkan. Penyesuaian tata kelola ini menurut pasal 67 ayat (4) UU BHP dilakukan dengan mengubah akta pendiriannya. Menyesuaikan tata kelola dengan mengubah akta pendirian yayasan tidak berarti harus mengubah bentuknya menjadi BHP Penyelenggara karena eksistensi yayasan dijamin di dalam penjelasan pasal 8 ayat (3) UU BHP.
5. Model Anggaran Dasar Tata Kelola :
Pemerintah sedang menyiapkan 8 (delapan) model AD Tata Kelola, yaitu :
1. AD PTN BER-BHPP.
2. AD PTS BER-BHPM
3. AD PTS BER-BHP PENYELENGGARA
4. AD SEKOLAH NEGERI BER-BHPD
5. AD SEKOLAH MADRASAH NEGERI BER-BHPP
6. AD SEKOLAH/MADRASAH SWASTA BER-BHPM
7. AD SEKOLAH/MADRASAH SWASTA BER-BHP PENYELENGGARA
8. AD PTS/SEKOLAH/MADRASAH BER-BHP PENYELENGGARA
9. Pendirian Satuan Pendidikan Baru Setelah UU BHP :
Pasal 10 UU BHP menyebutkan : “Satuan pendidikan yang didirikan setelah UU ini berlaku, wajib berbentuk BHP”. Ini berarti yayasan/atau perkumpulan setelah UUBHP diundangkan tidak diperbolehkan mendirikan satuan pendidikan baru. Apabila masyarakat ingin mendirikan satuan pendidikan baru, maka satuan pendidikan baru tersebut harus berbentuk BHP Masyarakat (BHPM).
4. Mengingat masih ada pro kontra terhadap UU BHP, maka Aosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP PTSI) dan Forum Komunikasi Penyelenggara Perguruan Swasta (FKPPS) yang didalamnya termasuk Komisi Pendidikan KWI mengadakan pengkajian dan menemukan bahwa UU BHP kurang memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Aspek fungsi Negara : mencerdaskan kehidupan bangsa:
b. Aspek filosofis : cita-cita untuk membangun pendidikan nasional yang berkualitas dan bermakna bagi kehidupan bangsa;
c. Aspek sosiologi : realita penyelenggaraan pendidikan yang sudah, termasuk yang diselenggarakan yayasan perkumpulan, dan badan hukum lain sejenisnya;
d. Aspek yuridis : tidak menimbulkan pertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan badan hukum;
e. Aspek pengaturan : seharusnya merupakan implementasi tanggungjawab Negara dan tidak dimasukan untuk mengurangi atau menghindar dari kewajiban konstitusional Negara di bidang pendidikan sehingga tidak memberatkan masyarakat dan/ atau peserta didik;
f. Aspek aspirasi masyarakat : aspirasi masyarakat harus mendapatkan perhatian di dalam pembentukan perundang-undangan mengenai badan hukum pendidikan agar tidak menimbulkan kekacauan dan permasalahan baru di dalam dunia pendidikan.
Berdasarkan temuan tersebut ABP PTSI dan FKPPS membentuk tim untuk merumuskan judicial review dan menindaklanjutinya.
5. Mengingat masa transisi penyesuaian tata kelola UU BHP lamanya 6 tahun dan sambil menunggu perkembangan pelaksanaan UU BHP serta hasil kajian yang dilakukan oleh berbagai pihak, maka untuk sementara waktu yayasan tidak perlu merisaukan UU BHP.
Pengurus,
Heribertus Sumarjo, FIC
Sekretaris Eksekutif
Jumat, 12 Juni 2009
Langganan:
Postingan (Atom)