Rabu, 15 Juli 2009

PENGANTAR

Pada tanggal 19 Maret 1977, Kongregasi Suci untuk pendidikan Katolik mengeluarkan dokumen tentang “ Sekolah Katolik “ , Dokumen tersebut merupakan penjabaran lebih lanjut dari Deklarasi Konsili Vatikan II tentang “ maha pentingnya pendidikan “
( Gravissimum Educationis ) yang terdiri dari 12 artikel dan dideklarasikan tanggal 28 Oktober 1965.

Gravissimum Educationis :
Artikel 1. Pendidikan pada umumnya.
Semua dan setiap mempunyai hak tidak tergugat atas pendidikan , sesuai dengan tujuan dan bakat serta latar belakang budaya.
Pendidikan yang benar mengikhtiarkan pembinaan pribadi baik untuk tujuan akhir maupun untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan juga harus membantu pengembangan bakat fisik , moral dan intelektual secara harmonis.
Pendidikan perlu memperhatikan nilai-nilai moral dan iman.
Konsili Vatikan menganjurkan, supaya putera-puteri Gereja dengan jiwa besar menyumbangkan jerih payah mereka di seluruh bidang pendidikan, terutama dengan maksud, agar buah-buah pendidikan dan pengajaran sebagaimana mestinya selekas mungkin terjangkau oleh siapapun di dunia.

Artikel 2. Pendidikan Kristiani.
Semua orang Kristen ( Katolik ) berhak menerima pendidikan Kristiani yang tidak hanya bertujuan pendewasaan pribadi manusia tetapi juga untuk menghayati hidup mereka sebagai manusia baru dan bertugas untuk mendukung perubahan dunia menurut tata nilai Kristiani.

Artikel 3. Mereka yang bertanggung jawab atas pendidikan …
Orang tua merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Masyarakat juga ikut bertanggung jawab atas pendidikan demi kesejahteraan umum dengan tetap mengindahkan keinginan para orang tua. Gereja selaku Bunda wajib menyelenggarakan pendidikan , supaya seluruh hidup mereka diresapi oleh semangat Kristus.

Artikel 4. Aneka upaya yang mendukung pendidikan Kristiani
Dalam menunaikan tugasnya di bidang pendidikan, Gereja memeperhatikan segala upaya yang mendukung. Misalnya pendidikan kateketis dan upaya-upaya komunikasi sosial.

Artikel 5. Pentingnya sekolah.
Diantara segala upaya pendidikan , sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sebab berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan penilaian yang cermat, memperkenalkan warisan budaya, mempersiapkan siswa untuk mengelola kejuaraan tertentu, memupuk semangat persahabatan dan mengembangkan sikap saling memahami. Panggilan untuk menjalankan tugas tersebut sungguh mulia tetapi berat, memerlukan bakat – bakat khas budi dan hati, persiapan yang seksama dan kesedian untuk terus mengembangkan diri.

Artikel 6. Kewajiban dan hak orang tua.
Orang tua mempunyai kewajiban dan hak utama untuk mendidik anak. Maka mereka bebas memilih sekolah bagi anaknya. Negara wajib menjamin hak-hak anak untuk memperoleh pendidikan yang memadai, menjaga mutu pendidikan dan menerapkan prinsip subsidiaritas.

Artikel 7. Pendidikan moral dan keagamaan di sekolah.
Gereja berkewajiban untuk mengusahakan pendidikan moral dan keagamaan bagi semua putera – puterinya, termasuk yang berada di sekolah bukan Katolik , melalui kesaksian hidup para pendidik , kerasulan sesama siswa dan terutama melalui pelayanan imam dan awam. Gereja memuji para penguasa dan masyarakat sipil dalam masyarakat yang menjamin kebebasan beragama bagi warganya dan pendidikan moral di sekolah sesuai dengan prinsip – prinsip moral dan relegius yang dianut oleh keluarganya.


Artikel 8. Sekolah Katolik.
Seperti sekolah lainnya, sekolah Katolik mengejar tujuan – tujuan budaya dan pendidikan manusiawi. Tetapi ciri khasnya ialah menciptakan lingkungan hidup bersama yang dijiwai oleh semangat Injil , kebebasan dan cinta kasih. Pengetahuan yang mereka peroleh mengenai dunia , kehidupan dan manusia juga harus disinari oleh iman, agar mereka menjadi ragi keselamatan bagi masyarakat.
Gereja berhak mendirikan dan mengurus segala macam sekolah pada semua tingkat. Guru memainkan peran utama dalam melaksanakan visi dan misi sekolah Katolik. Oleh karena itu mereka perlu diasiapkan secara sungguh – sungguh baik di bidang ilmu pengetahuan profane termasuk metodologi pendidikan maupun dalam hal iman dan agama.
Hendaknya para guru mempunyai hubungan cinta kasih dengan para murid dan mempunyai semangat merasul. Dengan demikian para guru memberi kesaksian hidup tentang Kristus Sang Guru melalui teladan hidup mereka.
Hendaknya para guru bekerjasama dengan para orang tua agar dapat mendidik para siswa dengan baik sesuai dengan minat, bakat dan kondisinya. Sekolah Katolik hendaknya memperhatikan para alumni . Konsili juga mengingatkan agar para orang tua Katolik sedapat mungkin menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik.

Artikel 9. Berbagai macam sekolah Katolik.
Walapun sekolah Katolik bisa tampil beda karena situasi, namun sedapat mungkin tetap menampilkan citra Katolik. Sekolah Katolik juga bisa menerima siswa bukan Katolik.
Hendaknya dikembangkan berbagai macam sekolah , baik sekolah umum dari tingkat dasar sampai menengah maupun tingkat kejuruan , SLB maupun sekolah guru keagamaan.
Konsili menganjurkan kepada para Gembala Gereja dan segenap umat beriman untuk membantu sekolah – sekolah Katolik agar semakin sempurna menjalankan tugasnya dalam dunia pendidikan terutama bagi kaum miskin , anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang dalam keluarga atau masih jauh dari karunia iman.

Artikel 10. Pendidikan Tinggi.
Hendaknya Gereja memberi perhatian kepada perguruan-perguruan tinggi Katolik , agar selain mengembangkan IPTEK juga memperhatikan segi iman ,sehingga ilmu dan iman berpadu mencari kebenaran tunggal sebagaimana dirintis oleh Thomas Aquino. Hendaknya para mahasiswa dibina sehingga menjadi tokoh yang unggul ilmu pengetahuannya , siap siaga mengabdi masyarakat dan menjadi saksi iman di dunia.
Di Universitas Katolik yang tidak mempunyai fakultas Teologi , hendaknya diadakan Lembaga atau Mimbar Teologi dengan menyelenggarakan kuliah-kuliah sesuai kebutuhan kaum awam. Untuk memajukan IPTEK Universitas Katolik perlu Litbang.
Konsili juga menganjurkan agar universitas-universitas Katolik tidak hanya berkembang dalam jumlah mahasiswanya tetapi juga mutunya.
Gereja perlu memberikan reksa pastoral bagi para mahasiswa yang berada di universitas bukan Katolik, melalui para imam, religius dan awam disiapkan dengan cermat.
Gereja juga perlu memberi perhatian demi terselenggaranya studi lanjut bagi mereka yang berbakat.

Artikel 11. Fakultas Teologi
Gereja perlu menyelenggarakan fakultas teologi bukan hanya untuk calon imam, tetapi juga untuk awam yang akan mengajar dan menangani kerasulan intelektual yang lebih berat. Termasuk tugas fakultas teologi adalah untuk mengadakan litbang agar iman makin mendalam dan terbuka , makin berkembang dialog antar agama dan bisa menjawab persoalan-persoalan yang timbul akibat perkembangan jaman. Untuk itu fakultas-fakultas gerejawi pada saatnya perlu meninjau Anggaran Dasarnya.




Artikel 12. Koordinasi di bidang pendidikan.
Perlu kerja sama antar sekolah Katolik di tingkat Keuskupan, nasional dan internasional. Juga perlu kerja sama antara sekolah Katolik dengan sekolah lainnya. Hal yang sama berlaku untuk Perguruan Tinggi dengan jalan berbagai tugas penelitian ilmiah , pertukaran hasil penelitian , pertukaran dosen dan usaha-usaha lain yang bisa meningkatkan kerja sama.

Di beberapa Negara peraturan perundang – undangan dan kondisi ekonomi setempat , sekolah Katolik mengambil resiko memberikan kesaksian sebaliknya dengan menerima sejumlah besar anak dari keluarga kaya. Sekolah – sekolah melakukan hal tersebut karena mereka harus berswasembada dalam hal keuangan.

Keadaan tersebut perlu mendapat perhatian yang serius , karena Gereja semestinya memberikan pelayanan pendidikan terutama kepada “ orang miskin atau mereka yang kehilangan bantuan dan kehangatan keluarga dan yang jauh dari iman .”

Didalam Sidang Pleno Komdik KWI XII, Mgr. Michael C. Angkur bahwa pendidikan adalah jalan menuju kebijaksanaan dan kebijaksanaan adalah jalan menuju Tuhan. Upaya reformasi dan revitalisasi reksa pastoral pendidikan merupakan bagian dari permenungan kembali pewartaan Tuhan terutama untuk membengun manusia Indonesia yang bermartabat dan menggapai kebijaksanaan, akan tetapi tugas utama dalam dunia pendidikan itu lebih – lebih supaya orang dapat menemukan jati diri dan jalan hidup menuju kehidupan abadi.

Gereja sendiri sejak awal sudah berjuang untuk melibatkan diri secara aktif dalam dunia pendidikan sebagai tanggung jawab duniawi menuju hidup kekal, sebab melalui pendidikan manusia dapat menemukan kebijaksanaan tertinggi yakni kebijaksanaan Allah sendiri.

Dalam perjalanan sejarah Gereja selalu sadar bahwa pendidikan selalu dipahami sebagai bagian integral misinya dan tugas Gereja untuk karya penyelamatan Allah kepada semua manusia.
Gereja sendiri hingga saat ini masih memandang pentingnya pendidikan , namun banyak Keuskupan – keuskupan belum ada Komisi Pendidikan atau seandainya ada belum berperan secara optimal. Sementara itu , banyak orang tua mengharapkan pendidikan yang bermutu, tetapi orang tua kurang mampu berperan sebagai pendidik yang utama dan pertama.

Semua manusia dari bangsa, lapisan dan usia mana pun memiliki martabat pribadi. Sebab itu para orang tua mempunyai tugas dan hak yang utama dan tak tergugat atas pendidikan. Pendidikan yang benar mengikhtiarkan pembinaan pribadi manusia untuk tujuan akhirnya, termasuk di dalamnya kepentingan masyarakat. Terasa jelas bahwa tugas dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik pertama dan utama adalah mendidik anak-anak mencapai kedewasaan yang bermartabat. Terkait dengan hak yang tak tergugat tadi, orang tua juga harus menikmati kebebasan sejati dalam memilih sekolah. ( GE. art. 1 dan 6 ).

I. Lembaga – lembaga hierarki yang menangani pendidikan.

Gereja memberikan perhatian sangat besar kapada pendidikan. Perhatian itu tercermin di dalam “ Deklarasi Pendidikan Kristen / Gravissimum Educationis”, salah satu dokumen hasil Konsili Vatikan II , kalimat pertama “ Deklarasi “ itu menyatakan bahwa makna pendidikan yang mahapenting di dalam kehidupan manusia dan pengaruhnya yang makin besar terhadap kemajuan sosial dewasa ini dipertimbangkan dengan cermat oleh Konsili Suci.
Konsili Suci menegaskan beberapa azas dasar mengenai pendidikan Kristen, terutama di dalam sekolah-sekolah azas itu harus dikembangkan lebih lanjut oleh suatu komisi khusus pasca Konsili dan harus diterapkan dalam Konferensi para Uskup di berbagai situasi wilayah. ( lht. GE )

A. Di tingkat Ke-Pausan : “Kongregasi untuk Seminari dan lembaga Pendidikan “.
Lembaga itu menangani sekolah Katolik, Seminari, Perguruan Tinggi Katolik, dan lembaga serta organisasi ilmiah. ( EG. 2, 1992 )






B. Di tingkat KWI : Komisi Pendidikan
Komisi Pendidikan KWI melayani Reksa Pastoral bidang pendidikan, baik formal maupun non formal. Ketua Komisi tersebut beranggotakan unsur-unsur dari : “ Perwakilan Perguruan Tinggi Katolik, baik APTIK( Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik ) maupun non APTIK, Perwakilan MNPK ( Majelis Nasional Pendidikan Katolik ), Sekretaris Eksekutif, Perwakilan Komisi Pendidikan Keuskupan dan Perwakilan IIPKN
( Ikatan Insan Pendidikan Katolik Nasional ).

C. Di tingkat Keuskupan Agung Semarang : Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Semarang.
Komisi Pendidikan KAS ( Keuskupan Agung Semarang ) adalah badan Gereja pembantu Uskup KAS, berdasarkan inspirasi iman melaksanakan karya pendampingan kepada lembaga pendidikan dan insan – insan pendidikan Katolik, agar tetap setia pada ciri khas ajaran Gereja dan berorientasi pada pencerdasan kehidupan bangsa.

Fungsi Komisi Pendidikan Keuskupan Agung Semarang :

a. Membantu Gereja setempat dalam karya Kerasulan Pendidikan pada umumnya dan Kerasulan sekolah / perguruan Katolik pada khususnya, untuk mewujudkan visi dan misi Gereja
b. Dalam kesatuannya dengan MPK ( Majelis Pendidikan Katolik ) KAS, Komdik
( Komisi Pendidikan ) KAS berfungsi sebagai animator, motifator dan dinamisator bagi BKS ( Badan Kerjasama Sekolah ) dan sekolah-sekolah Katolik.
c. Bersama dengan Komisi-komisi yang berkaitan dengan pendidikan, berfungsi sebagai fasilitator pembinaan generasi muda.

Ketua Komisi Pendidikan KAS beranggotakan unsur-unsur dari perwakilan Perguruan Tinggi Katolik, baik anggota APTIK ( Asosiasi Perguruan TInggi Katolik ) maupun non APTIK, perwakilan MPK (Majelis Pendidikan Katolik) KAS, dan perwakilan IIPK ( Ikatan Insan Pendidikan Katolik ) KAS.
Di tingkat Vikep KAS, struktur maupun fungsi Komdik ( Komisi Pendidikan ) Vikep mengacu pada struktur dan fungsi Komdik. KAS, diselaraskan dengan situasi dan kondisi setempat.

D. Di tingkat Paroki : Team Kerja atau nama lain yang digunakan oleh Paroki yang bersangkutan.
PDDP ( Pedoman Dasar Dewan Paroki ) KAS. 2004 dalam penjelasan pasal 2 menyatakan bahwa istilah “ Team Kerja “ menggantikan istilah seksi dalam struktur Dewan Paroki – KAS. Istilah tersebut dipilih untuk mengungkapkan dimensi keterlibatan umat.

Hal tersebut diatas juga dipertegas dalam Kitab Hukum Kanonik ( KHK ):

PENGGUNAAN SEBUTAN “ KATOLIK “ MEMERLUKAN PERSETUJUAN OTORITAS YANG BERWENANG :
KHK Kan 300 : Perkumpulan
Tak satupun perserikatan boleh memakai nama Katolik tanpa persetujuan otoritas gerejawi yang berwenang, menurut norma Kan 312

KHK Kan 312 :
a. Otoritas yang berwenang untuk mendirikan perserikatan – perserikatan publik ialah : Tahta Suci, Konferensi Para Uskup di wilayah masing – masing, Uskup diosesan tetapi bukan administrator diosesan di wilayah masing – masing.
b. Untuk mendirikan dengan sah perserikatan atau seksi perserikatan di Keuskupan , meskipun berdasar priveligi apostolic, dituntut persetujuan tertulis Uskup diosesan ; tetapi persetujuan yang diberikan untuk mendirikan rumah tarekat relegius berlaku juga untuk mendirikan perserikatan yang khas untuk tarekat itu atau dirumah itu atau di gerejanya.






KHK Kan 803 : Sekolah
a. Sekolah Katolik ialah suatu sekolah yang dipimpin oleh otoritas gerejawi yang berwenang atau oleh badan hukum gerejawi publik atau yang diakui demikian oleh otoritas gerejawi yang berwenang.
b. Pengajaran dan pendidikan di sekolah harus berdasarkan asas – asas ajaran Katolik.
c. Tiada satu sekolah pun, kendati pada kenyataannya Katolik , boleh membawa nama sekolah Katolik, kecuali dengan persetujuan otoritas gerejawi yang berwenang.
KHK Kan 808 : UNIVERSITAS
Tiada satu UNIVERSITAS pun , kendati pada kenyataannya Katolik, boleh membawa sebutan atau nama universitas katolik , kecuali dengan persetujuan otoritas gerejawi yang berwenang.

WEWENANG KOORDINASI USKUP :
KHK Kan 391 :
1. Uskup diosesan bertugas memimpin Gereja particular yang dipercayakan kepadanya dengan kuasa legislatif, eksekutif dan yudisial, menurut norma hukum.
2. Kuasa legislative dijalankan Uskup sendiri ; kuasa eksekutif dijalankan baik sendiri maupun lewat Vikaris Jenderal atau episkopal menurut norma hukum ; kuasa yudisial dijalankan baik sendiri maupun lewat Vikaris yudisial dan para hakim menurut norma hukum.
KHK Kan 790 :
Uskup diosesan di daerah misi bertugas untuk :
1. Memajukan, memimpin, mengkoordinasi prakarsa dan karya yang berhubungan dengan kegiatan missioner.
2. Berusaha agar diadakan perjanjian – perjanjian yang perlu dengan pemimpin – pemimpin lembaga yang membaktikan diri bagi karya missioner dan agar hubungan – hubungan dengan mereka menguntungkan misi.

TERHADAP KERASULAN TAREKAT :
KHK 678 :
Para relegius tunduk kepada kuasa Uskup, yang harus mereka taati dengan tulus dan hormat , dalam hal – hal yang menyangkut reksa jiwa – jiwa , pelaksanaan publik ibadat ilahi dan karya – karya kerasulan lain.

KHK 680 :
Antara pelbagai tarekat , dan juga antara tarekat – tarekat dan klerus sekular , hendaknya dipupuk kerjasama yang teratur , dan juga dibawah pimpinan Uskup diosesan hendaknya dibangun koordinasi semua karya dan kegiatan kerasulan , dengan tetap memelihara sifat khas dan tujuan masing – masing tarekat dan undang – undang fundasi.



















ORANG TUA PENDIDIKAN YANG PERTAMA DAN UTAMA

Selama ini masih ada para orang tua menyerahkan sepenuhnya dalam mendidik anak kepada penyelenggara satuan pendidikan, sementara itu para orang tua juga mengharapkan pendidikan yang bermutu akan tetapi orang tua kurang mampu berperan sebagai pendidik yang pertama dan utama, hal ini disebabkan karena orang tua sibuk dengan pekerjaan mereka, ataupun permasalahan interen dalam keluarga yang sangat mempengaruhi berkembangan anak.